Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah, Dinamika, dan Harapan, Penyelenggaraan Otonomi Daerah Terhadap Kedatuan Luwu

Sejarah, Dinamika, dan Harapan, Penyelenggaraan Otonomi Daerah Terhadap Kedatuan Luwu. Undang-undang Otonomi Daerah UU No 32 Tahun 2004, H. A. Maradang Mackulau, SH Datu/Raja Luwu XL Andi Maradang Mackulau Datu/Raja Luwu XL, Kedatuan Luwu, Kerajaan Luwu

Sejarah, Dinamika, dan Harapan, Penyelenggaraan Otonomi Daerah Terhadap Kedatuan Luwu memang cukup penting untuk menjadi bahan kajian, utamanya dalam penerapan Undang-undang Otonomi Daerah yang dianggap jauh lebih menguat setelah reformasi. 

Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 definisi otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Jika merujuk pada semangat terbentuknya Undang-Undang tersebut, maka tujuan otonomi daerah dapat diuraikan dalam kerangka:

  • Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat di daerah agar semakin baik
  • Memberi kesempatan daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri
  • Meringankan beban pemerintah pusat
  • Memberdayakan dan mengembangkan potensi sumber daya alam dan masyarakt daerah
  • Mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan di daerah
  • Memelihara hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah maupun antardaerah untuk menjaga keutuhan NKRI
  • Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan
  • Mewujudkan kemandirian daerah dalam pembangunan.

Dengan kata lain pemerintah ingin melaksanakan Pasal 18 UUD 1945 yaitu dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. 

Terlepas dari konteks pemerintahan NKRI, sesungguhnya konsep ini juga telah dilakukan di Kedatuan Luwu yang merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Pemikiran tentang otonomi daerah dalam konteks Kedatuan Luwu ini disampaikan H. A. Maradang Mackulau, SH (Datu/Raja Luwu XL) dalam Diskusi Terbatas Otonomi Daerah Dalam Rangka Memperingati Hari Otonomi Daerah Yang Diselengarakan oleh Yayasan Jaringan Advokasi Pembangunan Politik Indonesia (Jappi) Tahun 2023 di Makassar (26/2/2023).

Dalam makalahnya Datu Luwu XL, H. A. Maradang Mackulau, SH menyebutkan bahwa bagi Kedatuan Luwu, hubungan antara pusat dan daerah selalu dinamis mengikuti perkembangan isu dan dinamika lingkungan. Karena itu, konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Harga Mati, dan Otonomi Daerah Bukan Barang Mati, sehingga seharusnya Dinamika Otonomi akan selalu berdialektika dalam Bingkai Konstitusi. 

Oleh sebab itu, menurut H. A. Maradang Mackulau, SH, Kedatuan Luwu senantiasa berkomitmen sejak awal untuk selalu merawat dan Menjaga Keutuhan NKRI. Datu Luwu juga mengurai alasan Kedatuan Luwu bergabung ke dalam NKRI antara lain sebab: 

  • Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang”,
  • "Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota akan Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan”. 
  • Dengan Otonomi Daerah, Negara Tidak Menghilangkan Sepenuhnya Keistimewaan dan Sifat Khusus Daerah,
  • Sistem Pemerintahan akan lebih desentralis dari sentralis, 
  • Daerah Otonom, Tidak Lain adalah Jelmaan dari Wilayah Bekas Kerajaan, Daerah Punya Asal Usul,
  • Dengan Otonomi Merawat Keberagaman Bangsa.

Dalam pemaparannya, H. A. Maradang Mackulau, SH juga mengungkap Dinamika Perjalanan Otonomi Daerah di Tana Luwu antara lain:

1. Daerah Luwu sebelum Kemerdekaan Merupakan Wilayah Kerajaan Luwu Yang  Eksis Dan Berdaulat, dengan Wilayah 

  • Poso (Yang Masuk Sulawesi Tengah Sekarang)
  • Distrik Pitumpanua (Sekarang Kecamatan Pitumpanua Dan Keera)
  • Afdeling Di Luwu Yang Terbagi Ke Dalam 5 Onder Afdeling, Yaitu:
  • Onderafdeling Palopo, 
  • Onderafdeling Makale, 
  • Onderafdeling Masamba, 
  • Onderafdeling Malili, 
  • Onderafdeling Mekongga, 

2. Swapraja Luwu, Dengan Wilayah Bekas Afdeling Luwu Dengan Berstatus Swapraja

3. Swatanra Luwu,  Mencabut Status Swapraja Dan Memisahkan  Tana Toraja

4. Daerah Tingkat Ii Luwu, Bekas Daerah Afdeling Luwu Daerah Swatantra Luwu Menjadi Daerah Tingkat Ii Luwu

5. Pemekaran Dan Peningkatan Status Wilayah Sehingga Menjadi 3 Kabupaten Dan Kota Yakni Kab.Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur Dan Kota Palopo

Dalam Konsep Otonomi menurut Adat di Luwu juga dijelaskan Datu Luwu bahwa:

1. Kedatuan Luwu Terbagi Habis Ke Dalam Tiga Wilayah Besar Yang Disebut Dengan “Anak Tellue” Yakni Makole Baebunta, Maddika Bua Dan Maddika Ponrang, 

2. Kedatuan Luwu Mendelegasikan Atau Melimpahkan Kewenangan Kepada Daerah Bawahan Dengan Ragam Pola Antara Lain :

  • Sulewatang Atau “Wakil”, Di Ware “Palopo” “Sulewatang Ngapa” Daerah Sulawesi Tenggara Saat Ini, 
  • "Mincara, Pallempang, Sanggaria” Juga Pada Dasarnya Berarti “Wakil” Yakni Konsepsi Dimana Datu Menunjuk Pejabat Untuk Mewakilinya Dalam Mengelola Hak Tertentu,
  • “Macoa Atau Matoa” Disamping Haknya Sebagai Pemuka Kaum “Anang” Juga Diberikan Hak Dan Kewajiban Tertentu Sebagai Wakil Datu Di Wilayahnya, 

Dalam penjelasannya, Datu Luwu mengungkapkan bahwa dalam implementasinya, sesunggunya Kedatuan Luwu telah menerapkan konsep otonomi daerah yang kita kenal sekarang, jauh sebelum Indonesia Merdeka. Oleh sebab itu, sesungguhnya Kedatuan Luwu sepakat dengan konsep otomoni daerah yang dirumuskan pemerintah.  Pembagian kewenangan dalam wilayah Kedatuan Luwu tercermin dari keberadaan 3 wilayah besar yang memiliki otonomi sendiri yang dikenal dengan "Anak Tellue".   

Namun demikian, H. A. Maradang Mackulau, SH juga melihat ada beberapa kelemahan otonomi daerah saat ini antara lain:

  • Pola Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Seragam, Berdampak Pada Terkikisnya Identitas Lokal Daerah, Termasuk Sejarah Dan Asal Usul Daerah Akan Terkikis. Secara Identitas Justru Berbahaya Pada Jati Diri Bangsa Sebagai Bangsa Yang Memang Ditakdirkan Lahir Dari Bangsa Yang Beragam
  • Hilangnya Penghormatan Terhadap Keistimewaan Dan Asal Usul Daerah Dalam Pola Hubungan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.
  • Ketimpangan Dalam Pembagian Hasil Sumber Daya Alam, Daerah Luwu Memiliki Kontribusi Besar Pendapatan Negara Dari Sumber Daya Alam, Akan Tetapi Penerimaan Daerah Dari Sumber Daya Alam Bagi Hasil Dari Pusat Tidak Memperlihatkan Adanya Perlakuan Khusus Atau Istimewa, 
  • Daya Inovasi Daerah Yang Rendah Membuat Daerah Sulit Berkembang 

Karena itu, H. A. Maradang Mackulau, SH berharap bahwa dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah ke depannya antara lain perlu:

  • Adanya Perubahan Pola Inplentasi Otonomi Daerah Yang Memberikan Ruang Sebagai Bentuk Penghormatan Atas Asal Usul Daerah, Sebagaimana Pada Konsepsi Awal Bahwa Pemerintah Menghormati Sifat Sifat Khusus Atau Istimewa Dari Daerah Daerah, Sehingga Daerah Tidak Kehilangan Identitas Lokalnya
  • Adanya Pelonggaran Terhadap Kebijakan Moratorium Pembentukan Daerah Otonom Baru, Yang Hanya Merespon Aspirasi Wilayah Tertentu Papua Misalnya, 
  • Kiranya Daerah Luwu Sebagai Bekas Afdeling Luwu Dapat Dikembalikan Statusnya Setara Dengan Provinsi, Sebagaimana Yang Pernah Dijanjikan Oleh Presisden
  • Adanya Penyesuaian Pola Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah, Dengan Memberikan Porsi Yang Lebih Berpihak Kepada Daerah Penghasil, Sehingga Tercipta Rasa Keadilan Dan Agar Mampu Lebih Berdaya Dalam Membangun Daerahnya. (red)