Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemimpin dan Mantra Perubahan

Oleh Anies Baswedan

Kita pasti mahfum, bila cerita tentang reformasi birokrasi (RB) bukanlah sesuatu yang baru. Sejak tahun 1998 silam, ketika negeri ini riuh rendah dengan teriakan reformasi, kisah reformasi birokrasi menjadi inti dari semua spirit perubahan yang diinginkan oleh semua lapisan masyarakat di negeri ini. 

Lalu sekarang, sudahkah cerita tentang implementasi reformasi birokrasi itu menjelma menjadi sesuatu yang lebih nyata? Sudahkah kisah itu kini berbuah menjadi tindakan yang dengan kasat mata terlihat dan terasakan hasilnya? Rasanya belum seluruhnya. Lantas dimana masalahnya? 

Dalam banyak kisah tentang perubahan, hampir selalu memunculkan tokoh atau fi gur sentral yang menyebabkan suatu gagasan perubahan itu terimplementasi secara nyata. Singkatnya, perubahan hanya dimungkinkan, bila ada fi gur yang menyuarakan gagasan perubahan itu, menggerakannya, dan memberikan contoh dalam memungkinkan perubahan itu bisa terjadi. 

Kisah yang sama, mestinya juga terjadi dalam upaya implemen tasi reformasi birokrasi. Peran pemimpin, menjadi kunci keberhasilan dari upaya itu. Masalahnya adalah, bagaimana pemimpin mampu memposisikan diri untuk kepentingan itu? Dalam pandangan saya, sekurangnya ada tujuh kekuatan yang perlu ada dalam diri seorang pemimpin yang harus berperan untuk implementasi RB. 

Pertama, dia harus memiliki potret keadaan birokrasi setelah reformasi itu dilakukan. Seorang pemimpin, siapa pun mereka, harus mampu membangun gambaran tentang perubahan yang sungguh diinginkan. Pendeknya, pemimpin harus memiliki imajinasi tentang kondisi atau wajah birokrasi di masa depan. Imajinasi inilah yang akan menuntunnya membuat langkah-langkah mencapai perubahan yang diinginkan itu. Tanpa itu, rasanya tidak mungkin seorang pemimpin akan mampu mendorong dan menghasilkan perubahan. Ia bahkan akan kehilangan atau tidak punya arah untuk melakukan perubahan. Dan itu, berarti kegagalan. 

Pendekatan-pendekatan sederhana dapat dilakukan untuk membangun imajinasi itu: harus kreatif memikirkan sendiri dan komparatif. Dengan keduanya, ia bisa melihat mana model birokrasi yang sudah berjalan secara efektif dan optimal. Dengan keduanya, dia memiliki model pembanding yang mirip dengan model birokrasi yang ingin dibangun. 

Bila pun seorang pemimpin punya imajinasi, tapi tak mampu menularkan imajinasi itu pada orang lain sebagai sebuah mimpi bersama, maka “kegagalan” tampaknya juga akan menjadi akhir cerita. Sehingga untuk mengubah akhir cerita dari “gagal” menjadi “berhasil”, seorang pemimpin haruslah mampu membangun imajinasi tentang perubahan yang diinginkan bentuknya akan seperti apa, lalu menularkan imajinasi itu pada semua orang yang diharapkan terlibat dalam proses perubahan itu. Imajinasi itu menjadi mimpi milik bersama yang harus diwujudkan bersama-sama

Kedua, dalam praktek birokrasi yang selama ini ada, disadari atau tidak, ada kultur yang cenderung memposisikan antara pemimpin dan koleganya untuk saling kompromi, saling melindungi, dan sebagainya. Jika seorang pemimpin harus menjalankan peran sebagai leader dalam proses implementasi birokrasi, ini adalah ujian atau persyaratan mendasar yang harus mampu ia penuhi, yakni menempatkan agenda perubahan yang ingin dijalankan di atas nilai hubungan pertemanan. Jika dia tidak mampu melewati ujian ini, maka sulit diharapkan ia mampu melakukan perubahan dalam birokrasi. Jadi memang posisi pemimpin dalam proses reformasi birokrasi itu, adalah figur yang harus siap untuk bertarung atau bertentangan dengan kultur yang selama ini ada dalam birokrasi

Ketiga, pemimpin yang menjalankan agenda RB haruslah memiliki kemampuan untuk menerjemahkan kerumitan konsep itu ke dalam bahasa yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Jadi seperti mantra yang mudah dipahami dan diingat banyak orang. Lewat mantra perubahan itulah, pemimpin menjelaskan target-target RB. Karena mudah dan simpel, sehingga orang bisa memahami secara jelas arahnya. Dengan begitu, mantra itu akan dapat menggerakkan orang untuk secara kolektif menjalankan upaya menuju perubahan yang diinginkan dalam RB. 

Keempat, pemimpin dalam proses implementasi reformasi birokra si, harus peka (sensitive) dan mampu memberi penghargaan terhadap setiap pencapaian yang dihasilkan, sekecil apapun bentuk capaian itu, Dia tidak bisa dan tidak boleh meremehkan, apalagi mempermalukan orang yang terlibat bersamanya dalam proses implementasi RB itu. Keharusan pemimpin memberikan apresiasi terhadap sebuah capaian perubahan, meski kecil, tetaplah sebuah kontribusi. Apresiasi itu bisa menjadi dasar bagi terjadinya perubahan yang lebih besar. 

Kelima, langkah yang juga penting dipahami seorang pemimpin dalam proses pelaksanaan RB adalah memberikan perhatian pada setiap orang yang terlibat dan mendukung upaya RB. Jangan pernah terjebak pada kelompok yang menentang karena umumnya seorang pemimpin condong memberi perhatian lebih justru terhadap adanya “tentangan”. Sikap ini yang harus dibalik. Pemimpin harus memberi perhatian lebih banyak pada mereka yang mendukung dan mendengarkan mereka, serta menyalurkan aspirasi yang disampaikan. Artinya, seorang pemimpin harus mampu memposisikan dukungan sebagai aset bagi pencapaian sebuah perubahan

Keenam, pemimpin dalam proses reformasi birokrasi adalah orang yang tak boleh berhenti belajar. Dia tidak selalu harus muncul menjadi orang yang paling mengerti atau pintar dalam segala hal. Harus disadari bahwa setiap pemimpin pasti punya kelemahan. Namun, dia juga pasti memiliki banyak kelebihan. Sehingga dalam sebuah proses, pemimpin mutlak harus terus belajar dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru, sekalipun gagasan itu datang dari mereka yang dari sisi hirarki berada di bawahnya

Ketujuh, pemimpin harus mampu membangkitkan rasa kepemilikan (ownership) pada setiap orang yang diajak dan terlibat dalam proses RB. Rasa kepemilikan menjadi elemen penting bagi keberhasilan implementasi RB. Adalah tugas seorang pemimpin untuk membangun kepemilikan dan itu akan menjadi sangat efektif ketika menjadi bagian dari identitas individu yang dapat dibanggakan. Sehingga dalam praktek implementasi, mereka akan merasa bertanggungjawab terhadap keberhasilan implementasi RB itu sendiri. Jika itu terwujud, mereka akan memiliki kebanggaan—secara individu atau kelompok—karena menjadi bagian dari proses perubahan yang dihasilkan, dalam hal ini RB. (Dikutip dari buku Pemimpin Reformasi Birokrasi Catatan Inspiratif dan Alat Ukur Kepemimpinan Dalam Implementasi Reformasi Birokrasi). 

***

Terkait kepemimpinan pemerintah senantiasi berusaha membuka kesempatan bagi calon-calon pemimpin yang dapat berkiprah di pemerintahan (birokrasi) untuk menciptakan atmosfir birokrasi yang kondusif dan positif bagi pembangunan bangsa Indonesia. 

  • Pemerintah secara resmi kembali membuka pendaftaran bagi putra-putri bangsa Indonesia untuk bergabung dalam Komando Cadangan atau Komcad Tahun 2023Pendaftaran Komcad tahun 2023 ini mulai dibuka pada Senin 2 Januari 2023 hingga 14 April 2023. Dalam pendaftaran ini terdapat beberapa ketentuan sebagai peryaratan dalam pendaftaran komando cadangan atau Komcad 2023. Apa saja persyaratan pendaftarannya dapat dilihat di SINI.
  • Penerimaan Dosen Tetap UNDIP, Ini Fakultas, Kualifikasi, dan Persyaratan Lengkapnya di SINI.
  • Pendaftaran CPNS 2023 Buka untuk Tamatan SMA, Silahkan Cek Syarat dan Dokumen yang Harus Disiapkan di SINI.