Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Idwar Anwar Sebagai Penulis, Budayawan, Peneliti, Penyair, Seniman, Politikus yang Inspiratif

Idwar Anwar Sebagai Penulis, Budayawan, Peneliti, Penyair, Seniman, Politikus yang Inspiratif
Rizqum Karimah

PUSTAKAWANMENULIS.COM - Idwar Anwar, lahir di Palopo, 6 Oktober. Ia menghabiskan masa kecilnya di Palopo dengan menempuh sekolahnya di Sekolah Dasar Negeri 77 Palopo, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Palopo, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Palopo, lalu beralih ke kota Makassar untuk melanjutkan Strata Satunya di Fakultas Sastra atau Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin.

Idwar Anwar terbilang sangat mandiri, karena sejak kecil sudah terbiasa membantu ibunya untuk memenuhi kebutuhan keluarga dikarenakan sang ayah telah tiada dan keterbatan ekonomi yang dialaminya.

Idwar Anwar bercerita, pada saat ingin memasuki jenjang SD, SMP, dan SMA, ia tidak melalui proses yang seharusnya dilakukan, melainkan ia masuk dengan menggunakan orang dalam atau biasa disebut dengan istilah lewat jendela. Tetapi, pada saat ingin memasuki jenjang perkuliahan, ia lulus murni dengan usahanya sendiri. “Untung, kampus itu tidak ada istilah lewat jendela”. Ucapnya.

Semasa kecilnya, ia tidak begitu tertarik dengan akademik. Tapi, dia tertarik dengan baca buku. Saking cintanya, ia sering mencuri buku di perpustakaan sekolah karena menurutnya buku merupakan sumber inspirasi dan pengetahuan. Ia merupakan anak yang sangat pemalu. Saking pemalunya, berdiri di depan teman-temannya saja ia sudah sangat gemetar. Seiring berjalannya waktu, ia semakin bertumbuh dan mulai membangun relasi dengan banyak orang.

Idwar Anwar gemar menulis sejak SMP. Tetapi, ia baru mulai mengirimkan tulisan ke penerbit surat kabar pada saat dibangku kuliah. Ia pernah menerbitkan kumpulan puisi miliknya. Untuk mendapatkan modal kembali, ia menjual karyanya kepada dosen bahkan rektornya. Pada saat itu, rektornya menyelipkan karyanya di antara buku tebal miliknya. Saking tipisnya, dia sendiri tidak dapat melihat keberadaan bukunya. Karena ia merasa tersinggung dengan hal itu, maka ia memutuskan untuk menyelesaikan ensiklopedia berjilid. Sampai kini, ia justru makin produktif menulis hingga tulisannya banyak tersebar di berbagai majalah, surat kabar, tabloid sampai media daring.

Produktifitas menulis Idwar Anwar semakin aktif saat ia berkuliah di Fakultas Sastra atau Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin. Karyanya mulai sering dimuat oleh media mainstream di Kota Makassar seperti Fajar dan Pedoman Rakyat. Saat itu, kedua surat kabar harian ini memberikan ruang khusus untuk tulisan-tulisan jenis cerpen, puisi dan juga esai.

Idwar Anwar memiliki predikat yang banyak, ia adalah seorang penulis, budayawan, peneliti, penyair, seniman, politikus hingga mantan demonstran. Saat masih berstatus mahasiswa, ia bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) Makassar, salah satu organisasi yang aktif menyuarakan Soeharto diberhentikan dari Presiden RI.

Dari awal berkarya sampai januari 2018, lebih dari 40 karyanya telah diterbitkan. Di antaranya, Merah di Langit Istana Luwu (2017), Zikir (Kumpulan Sajak, 1997), Kado Cinta (Kumpulan Sajak, 2010), dan ia juga telah menuliskan dan menerbitkan buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu hingga namanya pun tercatat dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2017 Oktober.

Idwar Anwar Sebagai Penulis, Budayawan, Peneliti, Penyair, Seniman, Politikus yang Inspiratif
Idwar Anwar
Buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu merupakan buku ensiklopedia pertama tentang Kabupaten Luwu. Idwar Anwar membuat buku ini karena ia kesulitan untuk mencari referensi tentang Kabupaten Luwu. Dari situlah ia terinspirasi membuat buku Ensiklopedia Sejarah Luwu dan Ensiklopedia Kebudayaan Luwu. Tidak mudah bagi seorang Idwar Anwar untuk menyelesaikan buku tersebut. Panjang proses yang ia lalui, mulai dari pengeluaran dana karena ia harus bertemu literatur hingga melalukan wawancara dengan banyak narasumber. Tidak hanya itu, ia juga harus bolak-balik dari Makassar, Palopo, Luwu, dan sekitarnya. Diluar dari pengeluaran dana, kesulitan mencari narasumber  yang bisa ia andalankan untuk banyak menjelaskan tentang Luwu juga tak mudah dan ia harus menempuh waktu minimal delapan jam. Dengan itu, ia juga merasa beruntung karena lebih banyak membaca buku dan mengenal tokoh-tokoh dari sana.

Idwar Anwar merupakan penulis yang pertama kali melakukan penulisan ulang Epos La Galigo (Epos terpanjang dan terbesar di Dunia) yang dibuat dalam versi novel, dengan tujuan agar banyak orang yang menyukai dan memahami cerita tentang La Galigo. Karena menurutnya, naskah aslinya tidak mudah dipahami apa lagi dengan generasi muda. Maka dari itu, ia membuat dalam versi novel dengan harapan agar mereka tertarik dan mengenal sosok La Galigo.

Selain jadi penulis, Idwar Anwar juga aktif di bidang organisasi. Ia pernah mengikuti organiasi Pembina Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA) Provinsi Sulawesi Selatan, BP Pemilu DPD PDI Perjuangan Provinsi Sulawesi Selatan (2015-2020), Ketua Gerakan Permasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Palopo (2011-2014), Presidium Pusat Perhimpunan Aktivis 98 (2007-2014), Ketua Umum Dewan Kesenian Palopo (2005-2010 dan 2010-2015), Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin, dan Komunitas Penulis Tamalanrea Makassar.

Disamping itu, Idwar Anwar juga memiliki banyak pengalaman kerja. Ia pernah menjadi Direktur Penerbit Pustaka Sawerigading dan Arung Pustaka, Dosen Luas Biasa pada jurusan Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin pada tahun 2003, Peneliti pada Divisi Ilmu-Ilmu sosial dan Humaniora Pusat Kegiatan Penelitian Universitas Hasanuddin (Makassar, 2003), dan Direktur Pelaksana Tabloid Aliansi Baru (Makassar, 1999).

* Penulis bernama lengkap Rizqum Karimah, lahir di kota Pangkajene dan Kepulauan, tanggal 3 November 2004. Penulis sedang menempuh pendidikannya di Universitas Negeri Makassar, Fakultas Bahasa dan Sastra, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Kini, penulis sudah berada di semester 2 pada bangku perkuliahan.

Atas kebijakan redaksi, Tulisan ini tidak dilakukan pengeditan.