Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Budak Bugis di Cape Town, Budak Paling Berbahaya Abad 18

Budak Bugis di Cape Town, Budak Paling Berbahaya Abad 18. Perbudakan di Afrika Selatan, kisah perbudakan di Afrika, perbudakan di sulawesi selatan, kisah budak upas, budak di sulawesi selatan, perbudakan di Indonesia, perbudakan di Hindia Belanda, kekejaman perbudakan

Budak Bugis di Cape Town Afrika Selatan bukan hanya berusaha menghindari penangkapan kembali, tetapi juga berkali-kali hampir berhasil membakar Cape Town. Bahkan berusaha meracuni persediaan air Cape. Lima puluh tahun setelah kematiannya, namanya masih dikenal di Cape sebagai lambang budak yang berbahaya, Leander. Stereotip semacam ini, demikian dapat dikatakan, menyebabkan etnonim Bugis dimasukkan ke dalam bahasa Inggris sebagai sinonim untuk setan

Secara pasti sangat sulit mengetahui berapa jumlah budak Bugis yang didantangkan di Cape. Dalam tulisan Robert Shell, “The Tower of Babel : the slave trade and creolization at the Cape, 1652-1834', dalam Elizabeth A. Eldredge and Fred Morton (eds), Slavery in South Africa: Captive labor on the Dutch frontier, hanya menyebutkan bahwa jumlah total budak yang dibawa ke sana selama periode perdagangan (1652-1808) sebanyak 62.964.

Berdasarkan perhitungan itu, Shell berpendapat bahwa 22,7% dari mereka berasal dari Indonesia (Shell 1994b: 40-1). Jika dihitung jumlahnya sekitar 14.000 orang. 

Berdasarkan jumlah tersebut, tentu sangat sulit untuk mengatakan berapa proporsi orang Bugis yang berada diantara 14.000 an budak yang berasal dari Indonesia. 

Seperti yang dikutip Sirtjo Koolhof dan Robert Ross dalam buku Bradlow dan Margaret Cairns (1978), The early Cape Muslims: A study of their mosques, genealogy and origins bahwa satu-satunya sampel yang pasti, mengacu pada mereka yang diadili atas tuntutan pidana, bukan kelompok perwakilan, karena proporsi orang Indonesia lebih dari dua kali lipat dalam perdagangan secara keseluruhan, dan mungkin saja orang Bugis sangat terwakili di antara orang Indonesia (Bradlow dan Cairns 1978: 118-24). 

Menurut Sirtjo Koolhof dan Robert Ross dalam artikelnya Upas, September and the Bugis at the Cape of Good Hope. The Context of a Slave's Letter yang dimuat di Archipel, dalam uraian yang Bradlow dan Margaret Cairns sajikan berdasarkan sumber-sumber lain, proporsi orang Bugis umumnya lebih sedikit, tetapi ini berkaitan dengan setengah abad pertama koloni, dengan pertanian tertentu (dan orang Bugis mungkin sebagian besar adalah budak kota) dan dengan mereka yang dibebaskan (dan orang Bugis mungkin lebih kecil kemungkinannya dibebaskan daripada orang Indonesia lainnya).  

Akan tetapi, data ini menunjukkan bahwa, sebagai angka atas, sepertiga budak Indonesia adalah orang Bugis, dan 22% lainnya berasal dari pulau Sulawesi lainnya. Dalam dua sampel asal budak berdasarkan inventarisasi dan catatan lelang, orang Bugis berjumlah sekitar 6 dan 10% dari mereka yang tidak lahir di Cape, seperti yang diungkapkan Nigal Worden dalam tulisannya Etnische diversiteit op de Kaap onder de VOC. Keberadaan angka ini dengan asumsi jika budak Makassar, Mandaar dan Bouton dimasukkan, angka ini naik menjadi lebih dari 10%.

Beberapa data lain, salahnyanya informasi dari Jim Armstrong, yang mencakup periode yang hampir sama dengan yang pertama berdasarkan pemindahan budak, menunjukkan bahwa hanya 1,5% dari budak yang asal-usulnya disebutkan sebagai 'Bougis'. Akan tetapi sekitar 7% lainnya berasal dari Makassar dan mungkin juga Bugis. Asumsinya adalah bahwa catatan transfer atau perdagangan budak, lebih cenderung mencatat pelabuhan tempat budak dibeli oleh penjual, daripada asal usul suku atau daerah kelahirannya.

Oleh karena itu, berdasarkan beberapa data yang ada, jika mengingat bahwa terdapat sekitar 60.000 budak diimpor ke Cape selama masa perbudakan dalam catatan Shell, jumlah budak Bugis yang diimpor bisa dihitung antara 3500 sapai 5000 orang.

Asumsi ini diperkuat bahwa keberadaan budak Bugis kemungkinan besar terwakili secara mayoritas di antara para budak dalam catatan kejahatan yang sangat dikenal di kalangan para pemilik budak di Cape (tentu saja ini hanya asumsi yang bangun berdasarkan fakta sementara yang ditemui.

Namun yang menarik, Sparrman dalam A Voyage to the Cape of Good Hope towards the Antarctic Polar Circle, round the world and to the country of the Hottentots and Coffres from the Year 1772-1776, secara khusus mencatat harga diri yang diyakini dimiliki oleh orang Bugis yang membuat mereka sebenarnya merupakan budak yang patuh: 

They are not moreover of a humour to put up with harshy expressions or abusive language, still less when they are not deserving of it, and not at all from a woman ; looking upon it as the greatest shame, to suffer themselves to be disciplined by the weaker sex. Many a master and mistress of a family, who have happened to forget themselves with respect to this point, have, when a proper opportunity has offered, been made to pay for this mistake of theirs with their lives (Sparrman 1976-77, II : 258).  

Dalam catatan Armstrong dan Worden (1989) The slaves, 1652-1834,  memang, pada 1767, pemerintah VOC melarang impor budak Asia Tenggara ke Cape karena sifat mereka dianggap pembunuh -sebuah perintah yang tidak dipatuhi - dan secara khusus menyebut Bugis sebagai yang paling berbahaya. 

Di sisi lain, Stavorinus (1798) dalam Voyages to the East Indies, menyebutkan wanita Bugis adalah yang terbaik di tempat tidur, meskipun mereka memaksakan keimanan pada kekasihnya dengan membuat penis orang yang mengkhianatinya mengecil.

Stereotip semacam ini, demikian dapat dikatakan, menyebabkan etnonim Bugis dimasukkan ke dalam bahasa Inggris sebagai sinonim untuk setan, dan akhirnya digunakan secara modern. 

Etimologi kata 'bogey' diakui tidak jelas, tetapi tidak lebih tua dari awal abad ke-19, dan penting bahwa salah satu contoh paling awal yang diberikan oleh Oxford English Dictionary adalah kutipan yang mengacu pada 'bajak laut Melayu... orang-orang bogie di nusantara'.

Robert Ross Ross (1983) dalam Cape of torments : Slavery and resistance in South Africa mengatakan bahwa stereotip ini, yang tersebar luas di seluruh Kekaisaran Belanda Timur, mungkin tidak sepenuhnya tanpa dasar. Tentu saja, pemimpin komunitas merah marun terbesar dan terlama di Cape Colony adalah seorang Bugis, Leander. 

Budak Bugis di Cape bukan hanya yang berusaha menghindari penangkapan kembali, tetapi juga berkali-kali hampir berhasil membakar Cape Town. Bahkan berusaha meracuni persediaan air Cape. Lima puluh tahun setelah kematiannya, namanya masih dikenal di Cape sebagai lambang budak yang berbahaya, Leander. 

Stereotipe ini, dan kekerasan yang membawa orang Bugis ke pengadilan, tentu saja hanyalah sebagian dari cerita perlawanan yang dilakukan budak Bugis. Namun disisi lain, ada pula orang Bugis yang dikenal, Jan, yang juga dikenal sebagai Asnoun, adalah salah satu perintis Islam di Tanjung. 

Dalam tulisan Davids (1980), The Mosques of Bo-Kaap: a social history of Islam at the Cape, Asnoun disebutkan pernah menjadi murid Imam Abdullah Kadi Abdus Salaam dari Ternate, yang lebih dikenal di Tanjung sebagai Tuan Guru, yang terkenal sebagai cendekiawan Islam pertama di Afrika Selatan dan orang yang mendirikan masjid pertama di negara itu. 

Meski demikian, untuk alasan yang tidak jelas, Jan tidak menggantikannya sebagai Imam masjid Auwal di jalan Dorp, Cape Town, melainkan bersama dengan Frans van Bengalen, mendirikan tempat ibadah Islam kedua di kota itu, Masjid Pohon Palem di Jalan Panjang. 

Selain itu, nama itum tentu saja yang sangat terkenal hingga saat ini adalah nama Syekh Yusuf dari Makassar. Pada 1693 dia diasingkan bersama para pengikutnya ke Cape di mana dia menjadi inspirasi dan guru penting bagi komunitas Muslim yang berkembang di koloni itu. Dia meninggal pada tahun 1699 dan dimakamkan di Cape. 

Menurut Cense (1950) dalam De verering van Sjaich Jusuf in Zuid-Celebes, makam Syekh Yusuf masih bisa ditemukan di sana, meski pada tahun 1705 jenazahnya dibawa ke tanah airnya, di mana makam lain untuknya dibangun. (red)

-----------

Dapatkan buku-buku menarik yang dapat Anda download secara GRATIS.

Ayat-ayat Semesta, Sisi-sisi Al-Qur'an yang Terlupakan - Pustakawan Menulis

Sejarah Puasa 

Sejarah Para Khalifah

Ramadhan Bersama Nabi, Panduan Puasa, Shalat Tarwih, Lailatul Qadar, I'tikaf dan Dzikir Ramadhan

Kitab Ihya’ Ulumiddin, Karya Monumental Iman Al Ghazali (Jilid 1, 2, 3 dan 4)

Kerancuan Filsafat Karya Imam Al Ghazali (Sang Penyembelih Ayam Bertelur EMAS) 

Ayat-ayat Setan Yahudi, Dokumen Rahasia Yahudi Menaklukkan Dunia dan Menghancurkan Agama

Sejarah Kudeta Mekkah, Misteri yang Tak Terkuak

Pemerintah membuka Pendaftaran CPNS 2023 untuk SMA, Ini Syarat dan Dokumen yang Harus Disiapkan.

SEGERA SIAPKAN DIRI BAGI YG BERMINAT. Pendaftaran CPNS 2023 untuk Lulusan SMA, Ini Syaratnya dan Dokumen yang Harus Disiapkan di sscasn bkn go id.

Sebelum Terlambat, Penerimaan CPNS 2023 Buka Juni, Peserta Wajib Memiliki Akun di sscasn bkn go id, Ini Cara Daftarnya.