“Sayap-sayap Indonesia”: Ketika Puisi Menjadi Sayap bagi Jiwa yang Bertutur
Catatan Idwar Anwar
Terkadang, ada yang tak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata biasa. Adakalanya, sebuah luka yang tak sembuh oleh waktu, namun pulih dalam bait. Kadang kala, ada cinta yang tak cukup ditampung tubuh, namun tumpah dan mengalir dalam larik-larik puisi. Dan itulah yang membentuk roh dari Sayap-sayap Indonesia, sebuah antologi puisi bersama yang lahir bukan hanya dari kata, tapi dari pergulatan jiwa sang pencinta bangsa ini.
Keberadaan antologi ini bukan sekadar kumpulan puisi. Ia adalah gerak jiwa, mosaik suara-suara batin dari berbagai penjuru Sulawesi Selatan yang dihimpun dalam satu ruang penghormatan; Hari Puisi Indonesia. Sebuah perayaan kesadaran bahwa kata-kata sanggup menjelma sayap – membebaskan, menguatkan, sekaligus menyembuhkan; termasuk bangsa ini.
Di balik setiap puisi yang tercetak dalam buku ini, tersembunyi perjalanan sunyi, getir, penuh cinta, bahkan harapan. Para penyair menuliskan sesuatu yang lebih dari sekadar puisi; mereka menulis cinta, menuliskan dirinya sendiri.
Antologi ini merupakan hasil kolaborasi antara Komite Sastra, Dewan Kesenian Sulawesi Selatan (DKSS), dan berbagai komunitas sastra serta literasi. Sebuah kolaborasi yang menyatukan pelbagai pandangan penyair menuju jalan pulang; sebuah cinta untuk Indonesia.
Di tengah arus digital yang deras dan cepat, para penyair ini memilih diam sejenak untuk menyusun kata; membangun rumah pulang. Mereka menciptakan puisi, sebagai bentuk perlawanan—perlawanan yang lembut, tapi tak kalah kuat dari dentuman nuklir. Sebagai ungkapan cinta; setumpuk harapan yang dibentangkan lewat sayap-sayap Indonesia.
Puisi Menjelma Sayap-Sayap
Tak ada satu definisi tunggal tentang Indonesia dalam antologi ini. Justru keberagamannya yang memperlihatkan betapa luas dan dalamnya makna menjadi Indonesia hari ini. Dari puisi tentang laut yang membentang/ angin tak selalu bersahabat/ langit tak selalu dihinggapi hening; badai kadang mengusik,/ bentang samudra mengarung di antara gemuruh ombak/angin kerap membadai.... hingga tentang hamparan pulau/tak ada gemuruh, tak ada amarah/serupa ibu tua yang semakin banyak diam/memintal doa-doa dalam sunyi (Idwar Anwar, Sayap-sayap Indonesia). Semua menjadi potret— narasi kegetiran, cinta, harapan, dan juga doa.
Melalui antologi ini, kita diajak mengembara, mengarungi lautan, menukik di hamparan pulau, bermain bersama angin, yang terkadang menjelma badai. Meski puisi kerap hidup di ruang-ruang sunyi, tapi dalam buku ini, suara-suara itu dikumpulkan, lalu mewujud Sayap-sayap Indonesia—bukan sekadar buku, tapi pernyataan; bahwa Indonesia adalah kumpulan kisah yang ingin dituliskan, dan puisi adalah salah satu bentuk terbaiknya.
Antologi puisi Sayap-sayap Indonesia ini adalah panggung-panggung megah; sebuah kekuatan besar yang membentangkan masa depan. Setiap puisi dalam buku ini adalah refleksi; tentang bangsa, tentang rumah, tentang harapan, tentang cinta, tentang sejarah, tentang diri. Dan ketika dikumpulkan dalam Sayap-sayap Indonesia, puisi-puisi itu mengejawantah percakapan lintas ruang, lintas latar, lintas luka, lintas harapan.
Sayap-sayap Indonesia bukan sekadar buku, tapi juga perjalanan. Tidak hanya membawa puisi kepada pembaca, tapi juga membawa para penulisnya ke dalam pengakuan terhadap diri dan zamannya. Di tangan para penyair ini, puisi menjadi sayap-sayap kokoh. Sayap-sayap untuk terbang melampaui batas; melintasi sunyi. Dan mungkin, sayap-sayap untuk menjadikan kita lebih manusia.
Sayap-sayap Indonesia hadir, tidak hanya sebagai sebuah antologi puisi. Tapi jelmaan suara hati dari berbagai penjuru Sulawesi Selatan—suara yang lahir dari luka, cinta, harapan, dan perjalanan batin para penyairnya.
Buku yang dihimpun dalam rangka memperingati Hari Puisi Indonesia oleh Komite Sastra DKSS dan komunitas-komunitas sastra dan literasi ini, menjadi ruang pulang bagi jiwa-jiwa yang menuliskan hidup dan pikirannya dalam bait.
Setiap puisi dalam buku ini adalah jejak personal; perjalanan batin setiap individu. Tapi ketika dikumpulkan, antologi puisi ini mewujud potret kolektif tentang makna menjadi Indonesia hari ini. Tentang langit, pulau-pulau, laut yang bergelora, harapan dan semangat yang tetap terbang tinggi dengan bentangan sayap-sayap yang kokoh.
Sayap-sayap Indonesia adalah bukti bahwa puisi masih punya tempat di dunia yang gaduh. Sebab di tangan para penyair ini, puisi bukan hanya kata—ia adalah sayap.
Makassar, 26 Juli 2025